Jumaat, 27 Jun 2014

Lucio: "Aku Memerlukan Allah Dalam Hidupku"

Lucio mengangkat tangan memuliakan Tuhan

Ketika mantan kapten Brazil Lucimar Ferreira da Silva, atau lebih dikenal di dunia bola sepak dengan nama Lúcio, sedang mengingat kembali kejayaan Brazil di Piala Dunia 2002 di Jepun, fikirannya membayangkan perasaan yang dialaminya saat ia membawa negaranya yang gila bola itu meraih kejuaraan yang paling diidam-idamkan dalam dunia sukan.

Hal itu membuatnya berfikir tentang apa yang terpenting dalam hidupnya.

“Di Brazil, semua orang memimpikan ini,” ujarnya tentang memenangi Piala Dunia. “Aku telah mengambil bahagian dalam impian yang luar biasa itu. Kami adalah pasukan yang hebat dan itulah waktu yang sangat penting dalam hidupku dan keluargaku. Sekali lagi, kami mendapat kesempatan untuk bersyukur kepada Allah di depan mata seluruh dunia. Tentu saja itu lebih penting daripada gelaran juara yang kami raih.” Para pemain Brazil menunjukkan kecintaan mereka bagi Allah di hadapan dunia dengan cara menanggalkan kostum mereka dan memperlihatkan tulisan-tulisan yang berbicara tentang Yesus dan kasih mereka kepada-Nya pada baju dalam yang mereka kenakan.

Dalam suatu perbincangan singkat, bukan hal yang aneh mendengar Lúcio berulang kali menyatakan rasa syukurnya kepada Allah atas setiap aspek hidupnya—tentang penghidupannya sebagai pemain bola sepak, isteri dan anak-anak yang dimilikinya, dan berbagai hal-hal sederhana dalam hidup.

Lucio, bekas kapten pasukan Brazil,
pernah mewakili negara dalam lebih
seratus perlawanan antarabangsa,
termasuk dalam Piala Dunia 2002,
di mana Brazil meraih kejuaraan

Lúcio telah bermain dalam lebih dari 100 perlawanan antarabangsa bagi pasukan kebangsaan Brazil, termasuk sebuah pertandingan besar pada Jun 2009 ketika ia mencipta gol terakhir yang membawa Brazil mengatasi kembali 3-2 melawan pasukan Amerika Syarikat dalam kejuaraan Piala Konfederasi di Afrika Selatan.

“Aku fikir keyakinan diri yang kami punya sepanjang Piala Konfederasi itu sangat penting,” kata Lúcio. “Tapi di atas semuanya, kami menyedari kuasa Allah sedang bekerja dalam hidup kami.”

Fokusnya dari dulu hingga sekarang tetap pada Allah dan segala kebaikan-Nya. Ia menyedari keperluannya akan Tuhan meski di mata manusia ia sepertinya telah mencapai segalanya.

“Aku percaya ketika aku bermain untuk kelab yang hebat, bermain dalam pasukan kebangsaan, mempunyai seorang isteri dan keluarga yang mendukungku, semua itu justru menunjukkan bahwa aku sangat memerlukan Allah,” kata Lúcio.

“Dengan yakin hari ini aku dapat berkata bahwa Allah telah melakukan banyak hal dalam hidupku yang tidak pernah aku bayangkan. Allah juga yang memungkinkan aku memahami apa yang telah dilakukan-Nya bagi kita, mengalami kasih yang Dia nyatakan kepada kita setiap hari, dan belas kasihan-Nya atas kelemahan kita sebagai manusia berdosa. Aku percaya Allah mengasihi kita sekaligus memelihara kita, sekalipun kita sering gagal mengasihi-Nya. Aku percaya kesedaran-kesedaran seperti inilah yang membawa kita rindu makin dekat kepada-Nya tiap-tiap hari.”

(Diterjemah daripada artikel laman Warung Sate Kamu bertajuk "Masihkah Aku Membutuhkan Allah?")