Wahyu 'wepe' Pramudya |
“Mengapa mereka bernyanyi ketika di hadapan hukuman mati, Pak Pendeta?” demikian bunyi sebuah pesan di inbox akaun facebook saya.” Apakah Pak Pendeta tahu lagu Amazing Grace yang mereka nyanyikan di hadapan para penembak yang mengarahkan senjata api pada mereka?”
Beberapa pemberitaan media massa di dalam dan luar negeri mengisahkan tentang para tahanan hukuman mati yang bersama-sama menyanyikan lagu Amazing Grace dan dilanjutkan dengan lagu Bless the Lord O My Soul. Dengan mata tetap terbuka mereka menyanyikan lagu ini hingga senjata api berdentum dan kematian pun menjemput.
Mengapa mereka bernyanyi ketika di hadapan hukuman mati? Saya
tidak tahu pasti. Saya tak pernah berhubungan langsung dengan para tahanan hukuman mati ini. Saya hanya membaca kesaksian dari tokoh-tokoh rohani yang
mendampingi dan dari sesama tahanan penjara yang pernah menjadi rakan Andrew Chan
dan Myuran Sukumaran. Hidup dua ahli bali nine berubah dalam
perjumpaan dengan Yesus Kristus selama dalam penjara. Di media online ada
banyak kisah tentang para tahanan hukuman mati ini, khususnya Andrew Chan. Ada
sebuah percakapan menarik yang diterbitkan oleh laman Daily Telegraph :
Rothfield: How do you handle ur situation. I couldn’t
sleep if it was me. (Bagaimana kamu mengatasi situasi ini. Saya tidak
dapat tidur jika ada dalam situasi seperti itu.)
Chan: Honestly Jesus. Basically 10 years ago I was
going to kill myself. Something happened, something I never believed in my
whole entire life. That there is a God and he existed and he is real. (Sejujurnya
Yesus. Pada dasarnya 10 tahun yang lalu saya akan bunuh diri.
Sesuatu terjadi, sesuatu yang tidak pernah saya percayai seumur hidup
saya. Ada Tuhan dan Ia ada dan Ia nyata)
Mengapa mereka bernyanyi ketika di hadapan hukuman mati? Bagi
Andrew Chan mungkin itu adalah nyanyian proklamasi imannya. Penemuannya
di dalam penjara bahwa Allah bukan sekadar ada, tetapi nyata kasih-Nya melalui
Yesus Kristus. Kesedaran akan kehadiran Allah yang telah menopang dan
mengubahkan hidup Andrew Chan selama sepuluh tahun di penjara.
Perubahan yang disaksikan sesama tahanan dan para penjaga penjara.
Dalam sebuah wawancara yang dimuat sebuah media, Andrew Chan
mengungkapkan pergumulannya setelah mendengar berita bahwa ia dijatuhkan hukuman
mati. “When I got back to my cell, I said, ‘God, I asked you to set me
free, not kill me.’ God spoke to me and said, ‘Andrew, I have set you free from
the inside out, I have given you life!’ From that moment on I haven’t
stopped worshipping Him. I had never sung before, never led worship, until
Jesus set me free” (Ketika saya kembali ke dalam sel penjara, saya
berkata,’ Tuhan, saya meminta untuk membebaskan saya, bukan membunuh
saya.’ Tuhan berbicara kepada saya,’ Andrew, Aku telah membebaskanmu
dari dalam keluar, Aku telah memberikanmu hidup!’ Dari saat itu, saya
tidak pernah berhenti memuji-Nya. Saya tidak pernah bernyanyi
sebelumnya, tidak pernah memimpin pujian, sampai Yesus membebaskan saya.”
Nyanyian adalah ekspresi pengalaman iman. Bukankah di
hadapan kematian tak ada bekal apapun yang dapat kita bawa selain dari iman?
Iman yang menggerakkan hati dan bibir untuk bernyanyi dan memuji-Nya bahkan di
hadapan hukuman mati.
Mengapa mereka bernyanyi Amazing Grace ketika di hadapan hukuman mati? Amazing Grace adalah sebuah lagu pujian popular
ratusan tahun dalam komuniti Kristen. Kekuatan lagu ini barangkali
terkait dengan pengalaman bersama sebagai orang percaya: di dalam kesalahan
dan keberdosaan, kasih karunia Allah itu nyata. Lagu ini ditulis oleh
John Newton (1725–1807), seorang penjual hamba abdi, penjudi dan pemabuk yang
menyedari kebesaran kasih karunia Allah di dalam hidupnya.
Setelah
pertaubatannya, dalam jatuh bangun kehidupan imannya, Newton akhirnya memutuskan
untuk melayani Tuhan sebagai pendeta.
Silakan rujuk bait pertama dari lagu Amazing Grace:
Amazing Grace, how sweet the sound,
That saved a wretch like me.
I once was lost but now am found,
Was blind, but now I see
Terjemahan bebas tanpa memperhitungkan notasi adalah: Kasih
karunia yang menakjubkan. Betapa Indah terdengarnya. (Kasih
Karunia) yang menyelamatkan orang jahat seperti saya. Saya pernah
terhilang, namun kini ditemukan. Buta, namun kini melihat.
Mengapa mereka bernyanyi Amazing Grace ketika di hadapan hukuman mati? Barangkali melalui lagu ini mereka ingin mengungkapkan
kesedaran akan kelamnya perjalanan hidup, sekaligus cerahnya kasih dan
pengampunan Tuhan. Di hadapan hukum mereka dinyatakan bersalah. Hukuman mati adalah ganjaran yang bagi sebahagian orang dianggap adil atas
kesalahan tersebut. Hanya di hadapan Tuhan, mereka dapat memohon bukan
keadilan, tetapi pengampunan-Nya. Barangkali itulah alasan mengapa mereka
bernyanyi Amazing Grace: ketika pengampunan itu tak mereka dapatkan
dari manusia, satu-satunya harapan mereka adalah Sang Pencipta Kehidupan.
Mengapa mereka bernyanyi Amazing Grace ketika di hadapan hukuman mati? Barangkali mereka sedang merayakan pengampunan Tuhan, Sang
Pencipta kehidupan, di tengah hukuman mati yang diputuskan oleh sesama
manusia.
Para tahanan hukuman mati itu bukanlah pahlawan. Mereka
telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan. Mereka telah ikut terlibat merosakkan kehidupan orang-orang lain. Mereka adalah
penjahat. Sama seperti penjahat yang disalibkan bersama-sama dengan
Yesus. Seorang penjahat yang menyedari kesalahannya menegur rakannya, "Kita
memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan
perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah.“ Kemudian, ia menatap Yesus dan memohon, “Yesus, ingatlah akan aku, apabila
Engkau datang sebagai Raja.”
Kepada penjahat yang mengakui kesalahannya ini, Yesus
menjawab, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan
ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus."
Amazing grace. How sweet the sounds.
(Dialihbahasakan daripada artikel laman Kompasiana bertajuk "Mengapa Mereka Bernyanyi Dihadapan Eksekusi Mati?" penulisan Wahyu 'wepe' Pramudya bertarikh 30 April 2015)