Suatu hari, ada seorang penggembala domba yang tuli.
Penggembala domba ini biasanya pergi pada pagi hari dan pulang sebelum fajar
terbenam. Siang harinya, isteri dari penggembala domba ini akan menghantar
makanan sebagai santapan siang. Namun siang ini, setelah menunggu dalam waktu
yang cukup lama, sang isteri tidak juga datang. Kerana ia kelaparan, ia
berencana untuk menghampiri isterinya di rumah dan menitipkan domba-dombanya
pada seorang pemotong rumput yang ada di seberang jalan.
Ia berteriak “Wahai pemotong rumput, tolonglah kiranya aku.
Aku tuli dan tidak dapat mendengar, aku ingin menitipkan domba-dombaku ini
kepadamu. Tolong jaga hingga aku kembali nanti.” Kerana pemotong rumput juga
tuli dan melihat ada seseorang berteriak dari seberang, ia kira orang tersebut
justeru akan menggangunya “Tugasku hanya memotong rumput, aku tuli dan hanya
akan fokus kepada rumput ini saja.”
Tanpa mengerti satupun kata yang diucapkan oleh pemotong
rumput, penggembala domba membalas “terimaekasih, kau baik sekali! Semoga Tuhan
akan membalasmu.” Penggembala domba pun meninggalkan domba-dombanya.
Sekembalinya dari rumah dan mendapati bahwa domba-dombanya
tidak ada yang hilang atau terluka, ia berencana untuk memberikan seekor domba
yang pincang sebagai tanda terima kasih. “Lihatlah, aku membawakan domba untuk
makan malammu ini. Kakinya pincang dan aku memang berencana untuk memotongnya.
Terimalah, ini adalah ucapan terima kasihku.”
Kerana tidak dapat mendengar satu katapun, pemotong rumput
langsung membalas dengan marah “bukan aku yang melukai dombamu. Aku hanya
mencuba untuk menyelesaikan tugasku di sini. Tolong jangan ganggu aku.” Namun
penggembala domba tetap menyodorkan dombanya dan berkeras agar domba
ini dapat dibawa oleh pemotong rumput.
Tak lama kemudian, ada seorang penunggang kuda yang berlalu ke situ.
Kedua lelaki tua yang tuli ini langsung berteriak bersahut-sahutan “tolonglah aku.
Aku ini tuli, aku hendak memberikan dombaku ini kepadanya. Mengapa ia
kelihatannya justeru marah-marah?” Sementara pemotong rumput berkata “wahai
penunggang, bukan aku yang melukai dombanya. Aku memotong rumput sejak tadi.
Aku ini tuli namun ia tidak juga mengerti.”
Penunggang kuda ini ternyata juga tuli. Ia kebingungan
kerana dihadang oleh 2 orang dengan wajah penuh amarah. Kemudian ia berkata
“maafkan aku, aku tidak tahu kalau kuda ini adalah milik kalian. Aku hanya
menemukannya tersesat di sini, jadi kutunggangi kerana aku telah berjalan jauh.”
Mereka bertiga yang sama-sama tuli saling pandang dan terus menerus beradu pergaduhan.
Tiba-tiba, ada seorang lelaki tua yang bisu. Ia menghampiri
mereka bertiga tanpa mengatakan satu patah katapun. Ia hanya melihat
satu-persatu dari lelaki yang sedang beradu pergaduhan di pinggir jalan tesebut.
Kerana seram, penggembala domba langsung meninggalkan kerumunan, disusul oleh
penunggang kuda dan pemotong rumput.
Komunikasi yang baik akan terjadi jika ada yang mendengar
dan ada yang berbicara. Kita terus menerus meminta berkat di dalam doa kita
kepada Tuhan tanpa mendengarkan apa yang Tuhan mahu di dalam hidup kita ini.
Padahal, bagaimana Tuhan mahu membentuk peribadi kita jika tidak ada komunikasi 2
arah antara Tuhan dan kita?
(Dialihbahasakan daripada artikel Jawaban.com bertajuk, "Ketika Tuhan Tidak Menjawab Doa, Mungkin Ceritamu Mirip Dengan Cerita 3 Orang Tuli Ini" yang ditulis oleh Inta Destria bertarikh 12 November 2017)