Isnin, 1 Oktober 2018

Tsunami Palu: Kesaksian Juruterbang Batik Air, Kapten Mafella


Saya mendapat kesaksian ini daripada FB Daniel CL:

Hari ini gereja saya Duta Injil BIP dikunjungi Juruterbang Batik Air, Kapten Mafella, yang memberikan kesaksian kenapa dia mempercepat penerbangannya 3 minit dari jadual yang sudah ditentukan di Lapangan Terbang Palu kelmarin.

Beliau cerita bahwa sepanjang hari hatinya merasakan kegelisahan yang dia sendiri tidak tahu kenapa. Untuk mengusir rasa kegundahan hatinya sepanjang perjalanan dari Ujung Pandang ke Palu, Ia menyanyi lagu-lagu rohani dengan nada kuat (biasanya saya hanya bersenandung saja, tapi hari itu saya ingin memuji Tuhan sebaik-baiknya, katanya). Sampai Juruterbang bersamanya yang Muslim menyarankan sambil bercanda supaya dia membuat CD lagu rohani.

Ketika hendak mendarat di Lapangan Terbang Palu, udara terlihat cerah tapi angin terlalu kencang dan Ia mendengar suara dalam hatinya untuk memutar sekali di udara sebelum mendarat.


Letaknya Lapangan Terbang Palu diapit oleh 2 pegunungan dan itu mengingatkannya dengan ayat Mazmur 23:4:

"Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya sebab Engkau besertaku: gadaMu dan tongkatMu, itulah yang menghibur aku".

"I may walk through valleys as dark as death but I won't be afraid. You are with me and your shepherd's rod makes me feel safe".

Menurut Kapten itu, lapangan terbang yang terletak diapit pergunungan bagi seorang juruterbang disebut lembah kematian kerana mereka harus lebih berhati-hati ketika mendarat dan ayat Mazmur 23:4 adalah pegangan para Juruterbang yanng Kristian.


Sesaat setelah pesawat berjaya mendarat, Ia mendengar suara di hatinya untuk lekas pergi dari lapangan terbang itu. Oleh kerana itu dia mengarahkan krunya agar beristirahat 20 minit saja sebelum pesawat kembali pulang ke Jakarta melalui Ujung Pandang.

Ia bahkan tidak turun dari kokpit pesawat dan meminta izin kepada Menara Kawalan untuk mempercepat perlepasan dari landasan 3 minit dari jadual yg sudah ditentukan.

Setelah ia mendapatkan izin berlepas dari pegawai kawalan trafik udara, Anthonius Gunawan Agung, mereka bersiap berlepas dari landasan.

Kapten Mafella mengakui saat itu ia melanggar prosedur penerbangan kerana ia mengambil alih tugas Juruterbang bersamanya dengan menambah kecepatan pesawat saat proses berlepas. Dia sendiri tidak tahu kenapa tapi tangannya terus memegang tuas agar kecepatan lebih besar supaya badan pesawat lebih cepat merangkak naik.


Saat itu dia tidak tahu kalau gempa sudah melanda Palu tapi dia merasa pesawat sedikit oleng ke kiri dan kanan. Menurutnya kalau saja dia terlambat 3 minit, maka dia tidak dapat menyelamatkan 140 penumpang kerana simen pacuan landas lapangan bergelombang seperti kain ditiup angin!

Beberapa minit selepas berlepas, dia cuba menghubungi pihak menara namun sudah tidak dijawab lagi oleh Agung.

Dia menengok ke bawah dan melihat fenomena alam yg aneh. Air laut di pinggir pantai membentuk lubang yang sangat besar sehingga dasar laut terlihat.

Ketika pesawat tiba di Ujung Pandang, barulah mereka diberitahu bahawa telah terjadi gempa dan tsunami di Palu dan pegawai menara kawalan yang membimbing pesawatnya untuk berlepas telah gugur sesaat setelah memastikan pesawatnya berlepas dari landasan.


Tadi siang sebelum ia bertolak terbang ke KL, Captain Mafella menegaskan pentingnya kita harus peka mendengar suara Tuhan. Dan dalam situasi apapun harus tetap tenang jangan panik supaya dapat jelas mendengar suara Tuhan yang disampaikan melalui Roh Kudus kerana dia menambahkan bahawa ketika ia mengambil alih tugas juruterbang bersama untuk menambah kecepatan, juruterbang bersama itu terlihat ketakutan melihat badan pesawat oleng ke kiri dan ke kanan.

Kesaksiannya saya bagi supaya kita dapat memetik pesan moral dan mendapatkan berkat dari kesaksian Kapten Mafella hari ini...

(Dialihbahasakan daripada posting Facebook Daniel CL bertarikh 30 September 2018)