Gilbert Lumoindong |
Anak lelaki itu terpegun. Doktor baru saja memberi keputusan yang mengejutkan: secara beransur-ansur kemampuan otaknya akan menurun dan tingkat kecerdikannya akan berkurang demikian teruk bagaikan penderita Down Syndrome. Ia diputuskan menderita penyakit saraf otak.
Maka ia pun tak kuasa membendung air matanya setiap melintasi sekolah yang diperuntukkan untuk anak-anak dengan keperluan khusus, yang letaknya dekat dengan rumahnya di wilayah Tebet, Jakarta.
“Ah Tuhan, apakah kelak saya akan berada di tempat itu?” keluh anak lelaki yang bernama lengkap Gilbert Emanuel Lumoindong itu.
Pada masa yang sama dengan penyakit saraf otak yang diderita Gilbert, kedua orang tuanya mulai kerap mengikuti Persekutuan Doa yang dipimpin oleh mendiang Ibu Ev. Slamet dan Bapak Ev. Murti yang berada dekat tempat tinggal mereka.
Saat itu hamba Tuhan dari Belanda tengah berkunjung untuk melayani di tempat itu. Gilbert pun tak ketinggalan menghadiri ibadah Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) dan iapun turut maju saat hamba Tuhan memanggil jemaat yang ingin di doakan.
Dengan iman kanak-kanak yang dimilikinya. Gilbert menyakini bahwa saat itu juga ia sudah sembuh. Maka tanpa berselindung lagi, setiba di rumah ia pun membuang pelbagai ubat yang selama ini di makannya.
Ya, Gilbert tak hanya mengalami kesembuhan, kemampuan otaknya pun mengalami peningkatan hingga ia selalu mendapat tempat juara kelas bahkan lulus dari Sekolah Menengah Atas dengan markah terbaik.
Menjelang tidur, selepas mengalami kesembuhan ilahi, terlintas fikiran di benak Gilbert yang kala itu masih berusia 10 tahun: Secara manusia saya ini sudah tidak layak, kerana menderita penyakit saraf otak. Tapi kerana Tuhan sudah menyembuhkan, maka hidup saya ini milik Tuhan. Apapun yang Tuhan ingin saya perbuat, saya bersedia.
Maka meski masih duduk di bangku Sekolah Rendah, Gilbert yang masih kecil tak segan-segan mengikuti persekutuan yang diperuntukkan untuk orang dewasa, daripada mengikuti ibadah sekolah minggu.
Maka ia pun tak kuasa membendung air matanya setiap melintasi sekolah yang diperuntukkan untuk anak-anak dengan keperluan khusus, yang letaknya dekat dengan rumahnya di wilayah Tebet, Jakarta.
“Ah Tuhan, apakah kelak saya akan berada di tempat itu?” keluh anak lelaki yang bernama lengkap Gilbert Emanuel Lumoindong itu.
Pada masa yang sama dengan penyakit saraf otak yang diderita Gilbert, kedua orang tuanya mulai kerap mengikuti Persekutuan Doa yang dipimpin oleh mendiang Ibu Ev. Slamet dan Bapak Ev. Murti yang berada dekat tempat tinggal mereka.
Saat itu hamba Tuhan dari Belanda tengah berkunjung untuk melayani di tempat itu. Gilbert pun tak ketinggalan menghadiri ibadah Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) dan iapun turut maju saat hamba Tuhan memanggil jemaat yang ingin di doakan.
Dengan iman kanak-kanak yang dimilikinya. Gilbert menyakini bahwa saat itu juga ia sudah sembuh. Maka tanpa berselindung lagi, setiba di rumah ia pun membuang pelbagai ubat yang selama ini di makannya.
Ya, Gilbert tak hanya mengalami kesembuhan, kemampuan otaknya pun mengalami peningkatan hingga ia selalu mendapat tempat juara kelas bahkan lulus dari Sekolah Menengah Atas dengan markah terbaik.
Menjelang tidur, selepas mengalami kesembuhan ilahi, terlintas fikiran di benak Gilbert yang kala itu masih berusia 10 tahun: Secara manusia saya ini sudah tidak layak, kerana menderita penyakit saraf otak. Tapi kerana Tuhan sudah menyembuhkan, maka hidup saya ini milik Tuhan. Apapun yang Tuhan ingin saya perbuat, saya bersedia.
Maka meski masih duduk di bangku Sekolah Rendah, Gilbert yang masih kecil tak segan-segan mengikuti persekutuan yang diperuntukkan untuk orang dewasa, daripada mengikuti ibadah sekolah minggu.
Gilbert dan Reinda |
Memasuki bangku Sekolah Menengah, ia mulai melayani di gereja, saat duduk di bangku Sekolah Menengah Atas ia terlibat dalam jawatankuasa Rohani Kristian di sekolah. Di sekolah itu pula, Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Setiabudi, Jakarta. Gilbert bertemu dengan pujaan hati: Reinda Lumoindong.
Suatu ketika, saat persekutuan di sekolah, lantaran pembicara tidak hadir. Gilbert pun diminta untuk membawakan khutbah. Suatu kebetulan bagi manusia tetapi tentunya tidak kebetulan bagi Tuhan, kerana ia baru saja selesai mengikuti latihan School of Ministry milik Morris Cerullo dan sebelumnya pernah mengikuti kursus Alkitab di Gereja BetheI Indonesia Mawar Saron. Tak disangka, inilah awal perjalanan Gilbert Lumoindong sebagai seorang hamba Tuhan yang dipakai Tuhan secara luar biasa.
Setelah itu Gilbert pun diminta untuk melayani sebagai pembicara di berbagai sekolah di Jakarta. Setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas, laki-laki kelahiran 26 Disember 1966 itu pun kian memantapkan panggilannya sebagai hamba Tuhan dimana ia menimba ilmu di Institut Theologia dan Keguruan Indonesia (ITKI) Petamburan, Jakarta.
Nama Gilbert Lumoindong mulai dikenal saat ia bergabung pelayanan Gospel Overseas (GO) Studio dan menjadi hos siaran penyegaran rohani Kristen Protestan di RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia) tahun 1991. Tak disangkal lagi, kerana seringnya muncul di layar televisyen, namanya pun kian meningkat. Apalagi, ia juga sering mendapat permintaan untuk menjadi pembicara di berbagai Kebaktian Kebangunan Rohani dan acara-acara rohani lainnya.
Melalui GL Ministry yang rasmi ditubuhkan pada tahun 1998, pelayanannya semakin berkembang bahkan hingga ke luar negara. Namun beberapa tahun kemudian tepatnya pada tahun 2002, Tuhan mulai meletakkan visi yang baru, yakni hati sebagai gembala.
"Awalnya saya mengira bahwa itu hanya suara hati bahkan suara iblis. Karena saya yakin bahwa pada waktu itu panggilan saya adalah penginjil dan bukan gembala,” ujar Gilbert seraya menambahkan, bahwa walaupun ia mencuba dengan berbagai cara untuk menjauhkan fikiran tersebut ternyata suara itu semakin kuat.
Akhirnya Gilbert "menyerah" dan mulai merintis sebagai gembala jemaat pada tahun 2007. Diakui Gilbert, saat ia memutuskan untuk menjadi gembala, ada banyak suara serong di sekitarnya lantaran ia pernah berucap bahwa ia tak pernah menjadi seorang pemimpin jemaat.
Saya lebih baik salah terhadap diri sendiri, daripada salah terhadap Tuhan, tegas Gilbert yang tidak peduli dengan cacian "menjilat ludah sendiri" yang ditujukan kepadanya, asal untuk kemuliaan nama Tuhan.
Kini di bawah penggembalaannya, Tuhan mempercayakan ayah dari Garren, Chella dan Evan Lumoindong ini untuk memimpin hingga saat ini sekitar 8000 jemaat yang tergabung dalam GBI Glow Fellowship Centre dengan visi " Menegakkan Kerajaan Allah Dalam Kebenaran dan Kasih."