Rabu, 11 Mac 2015

Inilah Iman Kristian Seorang Ahok

Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Gabenor DKI Jakarta

Diterjemah daripada Artikel Kristen penulisan Vino bertarikh 3 Mac 2015;

Pada suatu hari, seorang wartawan bertanya kepada seorang kakitangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. “ Bapak menyokong Ahok atau menyokong DPRD DKI?

(DKI Jakarta = Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta; DPRD = Dewan Perwakilan Rakyat Daerah)

Bapak tersebut langsung menjawab; “Saya menyokong Ahok (Basuki Tjahaja Purnama)”. Lalu dia menambahkan; “Cuma satu hal yang saya tidak suka dengan dia (Ahok). Congornya itulah yang tidak dapat dijaga!” “Hampir setiap hari marah-marah di pejabat,” katanya.

Congor adalah bahasa kasar dari etnik Jawa untuk menyebut mulut seseorang sewaktu berkata-kata. Lebih sering digunakan pada haiwan seperti sapi (congor/cingur).

Wartawan itu kemudian membalas: “Ahok marah dan memaki seperti itu pasti ada sebabnya. Kalau tidak ada sebabnya, mengapa dia harus marah?. Kakitangan Provinsi DKI Jakarta itu tidak dapat menjawab.

“Saya tidak peduli jika DPRD akan memakzulkan (memecat jawatan) saya, sebab bagi saya mendengar suara hati nurani lebih penting daripada mendengar suara DPRD. Bagi saya jawatan bukan segala-galanya.”

Ucapan Ahok yang tanpa segan-silu itu beberapa hari belakangan ini kembali berkumandang ke penjuru nusantara Indonesia, mungkin juga dunia setelah ia “bertengkar” dengan DPRD DKI Jakarta gara-gara ia mendapati ada dana terselindung Rp 12.1 triliun dalam RAPBD 2015 yang disisipkan oleh para anggota DPRD.

(RAPBD 2015 = Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2015)

Kita tidak membahas secara terperinci hal-hal yang menjadi pertengkaran antara Ahok dan DPRD DKI Jakarta, kerana saya yakin semua saudara pasti sudah tahu masalahnya. Dengan banyaknya media yang memberitakan masalah ini, beruntung bagi kita semua rakyat Indonesia dapat mengetahui sedikit demi sedikit mengenai permasalahan antara “peribadi” (Ahok) melawan “lembaga” (DPRD DKI Jakarta) ini.

Apakah Ahok terlalu melebih-lebih? Mencari sensasi? Mencari populariti melalui pendedahan? Saya rasa tidak, kerana semua orang sudah kenal siapa Ahok dan bagaimana karakter Ahok itu.

Lalu mengapa “congor” Ahok lantang mengecam para wakil rakyat? Dalam kes itu, nurani Ahok yang memain peranan. Sejak awal, nuraninya mengatakan bahwa projek Rp 12,1 triliun (yang disisipkan ke APBD) itu memang tidak masuk akal atau dibuat-buat menurut Ahok.

(APBD = Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)

“Yang paling jelas sajalah, kamu tahu UPS, kan Rp 4.9 bilion. Harga generator set paling besar saja Rp 150 juta. Ini apa-apaan ini? Daripada Rp 12.1 triliun habis buat beli barang-barang gila begitu, lebih baik saya pertaruhkan kedudukan saya sebagai gabenor. Kita lihat saja siapa yang masuk penjara nanti?,” kata Ahok.




Banyak orang tak habis fikir mengapa Ahok berani berbicara keras kepada siapa pun, termasuk kepada DPRD yang kedudukannya setara? Mengapa dia rela mempertaruhkan jawatannya sebagai gabenor, sehingga dalam berbagai kesempatan, dia selalu mengatakan: “Dihentikan jadi gabenor pun saya tidak jadi soal.”

Surat khabar Media Indonesia yang mewawancaranya beberapa hari yang lalu, dia mengatakan: “Saya tidak peduli jika DPRD akan memakzulkan (memecat jawatan) saya, sebab bagi saya mendengar suara hati nurani lebih penting daripada mendengar suara DPRD. Bagi saya jawatan bukan segala-galanya.”

Dalam masalah ini, tampaknya Ahok akan terus mempertahankan prinsipnya, bahwa dia tidak akan berkompromi dengan penyelewengan yang ada disekitarnya. Sikap teguh ini sepertinya didasari oleh imannya sebagai pengikut Kristus yang harus berani menunjukkan kebenaran meskipun berisiko mati sekalipun.

Kita tentu masih ingat, saat dia diwawancara oleh Najwa Sihab dalam acara Mata Najwa di Metro TV beberapa waktu lalu, dia mengungkapkan bahwa dia dan keluarganya siap mati. Iman Kristen menuntunnya untuk berani mengatakan bahwa “mati adalah sebuah keuntungan”.

Ahok merujuk pada ayat di Alkitab di Filipi:21:

“Kerana bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.”

Teladan Kristus yang akhirnya mati di salib kerana menegakkan kebenaran meskipun sebelumnya menanggung risiko dibenci, dicaci, disiksa dan diadili secara tidak adil oleh orang-orang yang merasa dirinya paling suci dan bersih (kaum farisi dan ahli taurat).

Matius 5:37: Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.”

Ayat di atas rupanya sudah menjadi prinsip hidupnya sehingga dia (Ahok) berani lantang berbicara dan tidak sudi berkompromi untuk hal-hal yang menyimpang.

Melalui imannya, Ahok lebih takut kepada Tuhan daripada kepada manusia, sehingga ia tidak mhau masuk ke wilayah yang kelabu antara “ya” dan “tidak”.

Dilatarbelakangi iman seperti itulah Ahok siap dan rela tidak menjadi gabenor daripada berkompromi dengan kenajisan (korupsi mencuri wang rakyat). “Tidak apa-apa saya dimakzulkan asalkan tidak mencuri wang rakyat. Sebagai gabenor saya harus menjaga wang rakyat,” katanya.

“Saya tidak peduli jika DPRD akan memakzulkan (memecat jawatan) saya, sebab bagi saya mendengar suara hati nurani lebih penting daripada mendengar suara DPRD. Bagi saya jawatan bukan segala-galanya.”

Kita tidak tahu bagaimana akhir dari perseteruan ini, siapa yang bakal menang, akan mencerminkan hukum yang sebenar-benarnya yang ada di negara kita. Saudara pasti dapat menilai sendiri.

Jika memang akhirnya nanti Ahok harus kalah (dimakzulkan DPRD melalui hak angket) dan dia harus melepaskan jawatannya sebagai gabenor, saya yakin Pak Ahok tetap konsisten dengan imannya dan seperti kata Tuhan Yesus sewaktu disalib: “Ampuni mereka ya Bapa, sebab mereka tidak tahu apa yang dilakukannya.”

Saya harap dia mengucapkan dengan tidak marah, dengan lemah lembut, kerana penyebab marah-marahnya sudah tidak menjadi tanggung jawabnya. Saya rasa Pak Ahok telah lulus ujian iman. Dan saya yakin dia akan dikenang dalam sejarah bangsa Indonesia.




Mari kita renungkan saudara, sang teladan telah bersikap dan memberi contoh yang luar biasa sebagai orang Kristen, sebagai pengikut Kristus sejati, yang telah selesai dengan dirinya sendiri, yang tidak menaruh sayang dan cinta akan jawatannya. Rela berkorban demi orang ramai.

Mungkin kita tidak mempunyai kedudukan atau jawatan seperti Pak Ahok. Tapi inti permasalahan dalam kehidupan sehari-hari kita adalah sama saja. Selalu ada ruang untuk kita mengamalkan ajaran Kristus dan meneladani sikap-Nya.

Beranikah kita mengatakan YA atas sesuai yang benar dan TIDAK atas sesuatu yang salah tanpa kompromi?

Beranikah kita kehilangan jawatan kita, harta kita atau kehormatan kita demi mewujudkan kebenaran?

Tuhan memberkati saudara. Salam kasih.