Rabu, 18 Mac 2015

Kesaksian Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)


Kesaksian Basuki Tjahaja Purnama:

Saya lahir di Gantung, desa Laskar Pelangi, di Belitung Timur, di dalam keluarga yang belum percaya kepada Tuhan. Beruntung sekali sejak kecil selalu dibawa ke Sekolah Minggu oleh datuk saya. Meskipun demikian, kerana orang tua saya bukan seorang Kristian, ketika beranjak dewasa saya jarang ke gereja.

Saya melanjutkan Sekolah Menengah Atas di Jakarta dan di sana mulai kembali ke gereja kerana sekolah itu merupakan sebuah sekolah Kristian. Saat saya sudah menginjak pendidikan di Perguruan Tinggi, Mama yang sangat saya kasihi terserang penyakit beguk yang mengharuskan dibedah. Saat itu saya walaupun sudah mulai pergi ke gereja, tapi masih suka bolos juga. Saya kemudian mengajak Mama ke gereja untuk didoakan, dan mujizat terjadi. Mama disembuhkan oleh-Nya! Itu merupakan titik balik kerohanian saya. Tidak lama kemudian Mama kembali ke Belitung, adapun saya yang sendiri di Jakarta mulai sering ke gereja mencari kebenaran akan Firman Tuhan.

Suatu hari, saat kami sedang sharing di gereja pada malam Minggu, saya mendengar Firman Tuhan dari seorang penginjil yang sangat luar biasa. Dia mengatakan bahwa Yesus itu kalau bukan Tuhan pasti merupakan orang gila. Mana ada orang yang mahu menjalankan sesuatu yang sudah jelas tidak mengenakan bagi dia? Yesus telah membaca nubuatan para nabi yang mengatakan bahwa Dia akan menjadi Raja, tetapi Raja yang mati di antara para penjahat untuk menyelamatkan umat manusia, tetapi Dia masih mahu menjalankannya! Itu terdengar seperti suatu hal yang biasa-biasa saja, tetapi bagi saya merupakan sebuah jawaban untuk alasan saya mempercayai Tuhan. Saya selalu berdoa “Tuhan, saya ingin mempercayai Tuhan, tapi saya ingin sebuah alasan yang masuk akal, cuma sekadar rasa saja saya tidak mahu," dan Tuhan telah memberikan PENCERAHAN kepada saya pada hari itu. Sejak itu saya semakin sering membaca Firman Tuhan dan saya mengalami Tuhan.

Basuki Tjahaja Purnama menjadi
Gabenor Jakarta pada Nov 2014
Setelah saya menamatkan pendidikan dan mendapat gelaran Sarjana Teknik Geologi pada tahun 1989, saya pulang kampung dan menetap di Belitung. Saat itu Papa sedang sakit dan saya harus mengelola perusahaannya. Saya takut perusahaan Papa bangkrap, dan saya berdoa kepada Tuhan. Firman Tuhan yang pernah saya baca yang dulunya tidak saya mengerti, tiba-tiba menjadi kalimat (rhema) yang menguatkan dan mencerahkan, sehingga saya merasakan sebuah keintiman dengan Tuhan. Sejak itu saya kerajinan membaca Firman Tuhan. Seiring dengan itu, ada satu kerinduan di hati saya untuk menolong orang-orang yang kurang beruntung.

Papa saat masih belum percaya Tuhan pernah mengatakan, “Kita tidak mampu bantu orang miskin yang begitu banyak. Kalau satu bilion kita bagikan kepada orang akhirnya akan habis juga.” Setelah sering membaca Firman Tuhan, saya mulai mengerti bahwa charity berbeda dengan justice. Charity (Kebajikan) itu seperti orang Samaria yang baik hati, ia menolong orang yang dianiaya. Sedangkan justice (keadilan), kita menjamin orang di sepanjang jalan dari Yerusalem ke Yerikho tidak ada lagi yang dirompak dan dianiaya. Hal ini yang memacu saya untuk memasuki dunia politik.

Pada awalnya saya juga merasa takut dan ragu-ragu mengingat saya seorang keturunan yang biasanya hanya berdagang. Tetapi setelah saya terus bergumul dengan Firman Tuhan, hampir semua Firman Tuhan yang saya baca menjadi kalimat (rhema) tentang justice. Termasuk di Yesaya 42 yang mengatakan Mesias membawa keadilan, yang dinyatakan di dalam sila kelima dalam Pancasila. Saya menyadari bahwa panggilan saya adalah justice. Berikutnya Tuhan bertanya, "Siapa yang mau Ku-utus?" Saya menjawab, “Tuhan, utuslah aku”.

Di dalam segala kekuatiran dan ketakutan, saya menemukan jawaban Tuhan di Yesaya 41. Di situ jelas sekali terbahagi menjadi 4 perikop. Di perikop yang pertama, untuk ayat 1-7, di sana dikatakan Tuhan membangkitkan seorang pembebas. Di dalam Alkitab berbahasa Inggeris yang saya baca (The Daily Bible – Harvest House Publishers), ayat 1-4 mengatakan God’s providential control, jadi ini semua berada di dalam kuasa pengaturan Tuhan, bukan lagi manusia. Pada ayat 5-10 dikatakan Israel specially chosen, ertinya Israel telah dipilih Tuhan secara khusus. Jadi bukan saya yang memilih, tetapi Tuhan yang telah memilih saya. Pada ayat 11-16 dikatakan nothing to fear, saya yang saat itu merasa takut dan gentar begitu dikuatkan dengan ayat ini. Pada ayat 17-20 dikatakan needs to be provided, segala keperluan kita akan disediakan oleh-Nya. Perikop yang seringkali hanya dibaca sambil lalu saja, dapat menjadi kalimat (rhema) yang menguatkan untuk saya. Sungguh Allah kita luar biasa.

Buku "Merubah Indonesia" yang
ditulis Basuki Tjahaja Purnama
diterbitkan pada tahun 2008
Di dalam berpolitik, yang paling sulit itu adalah kita berpolitik bukan dengan merosak rakyat, tetapi dengan mengajar mereka. Maka saya tidak pernah membawa makanan, membawa beras atau wang kepada rakyat. Tetapi saya selalu mengajarkan kepada rakyat untuk memilih pemimpin: yang pertama, bersih yang dapat membuktikan hartanya dari mana. Yang kedua, yang berani membuktikan secara telus semua anggaran yang dia kelola. Dan yang ketiga, ia harus profesional, bererti menjadi pelayan masyarakat yang dapat dihubungi oleh masyarakat dan mahu mendengar aspirasi masyarakat. Saya selalu memberi nombor telepon saya kepada masyarakat, bahkan saat saya memegang jawatan sebagai gabenor di Belitung. Pernah satu hari sampai ada seribu orang lebih yang menghubungi saya, dan saya menjawab semua pertanyaan mereka satu per satu secara pribadi. Tentu saja ada staf yang membantu saya menaip dan menjawabnya, tetapi semua jawaban langsung berasal dari saya.

Pada saat saya mencalonkan diri menjadi Gabenor di Belitung juga tidak mudah. Kerana saya merupakan orang Cina pertama yang mencalonkan diri di sana. Dan saya tidak sedikit menerima ancaman, hinaan bahkan cacian, persis dengan cerita yang ada pada Nehemia 4, saat Nehemia akan membangun tembok di atas puing-puing di tembok Yerusalem.

Hari ini saya ingin melayani Tuhan dengan membangun di Indonesia, supaya 4 tiang yang ada, iaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika bukan hanya wacana saja bagi Pengasas bangsa Indonesia, tetapi benar-benar menjadi dasar untuk membangun rumah Indonesia untuk semua suku, agama dan bangsa. Hari ini ramai orang tertegun melihat realiti dan tidak berani membangun. Hari ini saya sudah berhasil membangun itu di Bangka Belitung. Tetapi apa yang telah saya lakukan hanya dalam lingkup yang secara bandingan kecil. Kalau Tuhan mengizinkan, saya ingin melakukannya di dalam skala yang lebih besar.

Saya berharap, suatu hari orang memilih Presiden atau Gabenor tidak lagi berdasarkan warna kulit, tetapi memilih berdasarkan karakter yang telah teruji benar-benar bersih, telus, dan profesional. Itulah Indonesia yang telah dicita-citakan oleh Pengasas Negara kita, yang diperjuangkan dengan pengorbanan darah dan nyawa. Tuhan memberkati Indonesia dan Tuhan memberkati Rakyat Indonesia.

(Diterjemah daripada artikel blog Kesaksian Life bertajuk "Kesaksian Ahok, 'Wakil Gubernur Jakarta'" bertarikh 24 Mac 2013)