Ahad, 13 Julai 2014

Kaka: "Tanpa Yesus, Aku Tidak Dapat Berbuat Apa-Apa"

Pemain Handalan Brazil, Kaka
Setelah terbaring di atas ranjang selama 2 bulan kerana patah leher, Ricardo Izecson dos Santos Leite yang berusia 18 tahun menyusun satu senarai berisi 10 impiannya. Ia membuat senarai itu sekalipun dia sendiri tidak yakin akan dapat bermain bola sepak lagi setelah tulang lehernya patah akibat jatuh dari sebuah papan luncur air.

Impiannya terdengar mustahil bahkan bagi seorang anak muda yang membesar di tengah negara yang gila bola seperti Brazil, mengingat waktu itu dia harus menjalani sebuah program perubatan untuk mendorong pemulihan fizikalnya. Senarai yang ditulisnya dimulai dengan “Kembali bermain bola sepak” dan meningkat hingga “Bermain di Piala Dunia” dan “Pindah ke kelab besar di Itali atau Jerman”.

Pada Januari 2001, sekitar dua minggu setelah kembali ke padang bola, anak muda ini dipanggil untuk memperkuat pasukan profesional São Paulo. Tanggal 7 Mac, dengan baki 10 minit, dia masuk sebagai pemain gantian dalam pertandingan akhir kejuaraan Rio-São Paulo yang berprestij. São Paulo sedang ketinggalan 1-0 kepada Botafogo, lalu si pemain tengah itu menerima sebuah hantaran lambung, mengangkatnya melepasi seorang pemain belakang dan merembak bola dengan rendah di bawah penjaga gol lawan yang maju menghadang. Dua minit kemudian, dia berhasil lagi membolosi gawang lawan dengan rembatan rendah yang keras. Pengulas TV berteriak, “Goooooooooooooool!” dan São Paulo berhasil merebut piala kejuaraan itu.


Kaka semasa mewakili kelab Sao Paulo, Brazil

Orang ramai di Brazil pun mula mengenali Kaká. (Nama julukan itu, dibaca Ka-kah’, diberikan oleh kakaknya yang tidak dapat menyebut nama lengkapnya.) Kaká langsung mendapat tempat di pasukan utama São Paulo dan dalam waktu dua tahun saja ia telah menggapai seluruh impiannya, termasuk bermain untuk pasukan kebangsaan Brazil yang menjuarai Piala Dunia di Jepun. Pada tahun 2007, Kaká mencapai puncak prestasinya dalam kancah bola sepak dunia dengan merebut penghargaan tertinggi bagi seorang pemain bola sepak: Pemain Terbaik Dunia versi FIFPro, penghargaan Ballon d’Or sebagai pemain terbaik Eropah, dan Pemain Terbaik Dunia dari FIFA. 

Kaka menerima anugerah Pemain Terbaik Dunia 2007
daripada Persekutuan Bola Sepak Dunia (FIFA)
“Aku telah begitu diberkati dengan keberhasilan—Piala Dunia 2002, anugerah Bola Emas dari FIFA tahun 2007, banyak kejuaraan dan penghargaan. Sepertinya aku sudah memiliki segalanya. Kerana kekayaan dan kemashyuranku, ada yang bertanya mengapa atau apakah aku masih memerlukan Yesus,” kata Kaká.

“Jawabannya sederhana: Aku perlukan Yesus setiap hari dalam hidupku. Firman-Nya, Alkitab, memberitahuku bahwa tanpa Dia, aku tidak dapat berbuat apa-apa. Aku benar-benar percaya akan hal itu. Kesanggupanku untuk bermain bola sepak dan semua yang telah kucapai dari hal itu merupakan anugerah Tuhan. Dia telah memberiku bakat untuk digunakan bagi-Nya, dan aku berusaha mengembangkannya setiap hari.”

Kaká telah menjadi seorang Kristian sejak kecil. Pengajaran Alkitab dari orang tuanya menjadi bekal yang sangat penting baginya dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Pengalaman baptisan pada usia 12 tahun merupakan tonggak penting bagi Kaká, sekaligus menjadi salah satu peristiwa yang sangat mempengaruhi kehidupan imannya yang saat itu masih baru. “Beransur-ansur, aku tidak lagi hanya mendengar orang berbicara tentang Yesus yang diajarkan orang tuaku,” katanya. “Tiba saatnya aku ingin mengalami sendiri kehidupanku bersama Tuhan.”

Memiliki hubungan peribadi dengan Tuhan membuat Kaká bertumbuh memiliki iman yang sejati. Dia tak hanya menunjukkan identitinya sebagai pengikut Kristus di gereja, tetapi juga di dalam semua aspek hidupnya – termasuk di lapangan bola sepak. “Aku percaya bahwa mengejar yang terbaik dengan kemampuan yang telah diberikan-Nya bagiku, akan membawa kemuliaan bagi nama-Nya,” tutur Kaká. “Allah tidak mau pengikut-Nya hidup suam-suam kuku; Dia mau yang terbaik dari kita. Alkitab mengatakan dalam 1 Korintus 10:31 ‘Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.’ Motivasiku untuk memenangi pertandingan datang dari kerinduan untuk melakukan yang terbaik bagi Allah Penciptaku.”

Kaka telah berkahwin dengan
Caroline pada tahun 2005
Prestasi Kaká di padang telah membawanya menjadi perhatian dunia. Tetapi bagaimana dengan hidupnya di luar padang? Reputasi dirinya ternyata menarik perhatian luas di kalangan bintang sukan antarabangsa. Kaká membangun hubungan yang baik dengan para wartawan dan para peminatnya, sambil tetap menghindari godaan untuk terlibat dalam dunia hiburan malam dan kejaran paparazzi. Sebagaimana sebelum ia terkenal, keluarga dan imannya menjadi sauh yang mengukuhkan hidupnya. Ia juga bukan seorang playboy seperti kebanyakan bintang sukan lainnya. Kaká dan isterinya, Caroline, dikenal menikah ketika masih perawan dan telah secara terbuka mengungkapkannya kepada media.

“Itu merupakan salah satu tantangan terbesar dalam hidupku kerana kami membuat keputusan yang tidak mudah,” kata Kaká. “Kami mengambil banyak waktu untuk berdoa dan hidup dekat dengan Tuhan Yesus dan Roh Kudus. Sungguh besar tantangan itu, tetapi menunggu adalah keputusan yang baik. Seks adalah berkat yang luar biasa dari Allah untuk dinikmati suami-isteri dalam pernikahan, dan itu bukan hal yang seharusnya dianggap remeh seperti yang menjadi pandangan ramai orang sekarang ini.”

Kaká juga terkenal sebagai orang yang dermawan. Tidak hanya memberi untuk pelayanan gereja lokalnya di Brazil, ia juga menjadi duta bagi PBB untuk menentang masalah kelaparan di dunia. “Aku berhutang banyak kepada bola sepak. Sekarang aku mau meneruskan berkat itu dan memberi harapan kepada anak-anak yang kelaparan dan kurang beruntung,” katanya. “Aku harap pengalamanku dapat memberi ilham kepada anak-anak yang kelaparan itu untuk percaya bahwa mereka dapat mengatasi rintangan yang ada dan hidup dengan normal,” demikian kata Kaká tentang peranannya sebagai duta PBB untuk membantu anak-anak yang kelaparan. Kaká berharap akan menjadi seorang pendeta setelah ia bersara dari bola sepak.


“Kaká tidak pernah berubah,” ujar Marcelo Saragosa, sahabat karibnya sejak kecil dan juga seorang pemain bola sepak profesional. “Dia selalu menjadi orang yang sederhana, sama seperti ketika aku mengenalinya 10 atau 12 tahun yang lalu.”

Kebanyakan media menghormati iman yang Kaká anuti dan memuji sikap kesukanan yang ditunjukkannya. Konsistensi dan kebaikan hati Kaká yang seiring dengan permainannya yang luar biasa membuat orang sulit berkata yang lain. Namun, ketika ada orang yang menganggap gaya hidup seperti itu membosankan, Kaká membalasnya dengan mengatakan bahwa hidup mengikut Kristus memang suatu hal yang radikal.

Sambil terus mengejar impiannya, Kaká tidak ragu mengatakan bahwa segala yang dilakukannya adalah demi Yesus.

“Hari ini, aku mempunyai pelayanan melalui sukan, tetapi aku bermain kerana diberi karunia dari Allah,” kata Kaká. “Aku bermain kerana Dia telah menyempurnakan karunia yang diberikan-Nya dalam hidupku. Yesus berkata, ‘di luar Aku, kamu tidak dapat berbuat apa-apa’ dan aku mempercayainya.”

(Diterjemah daripada artikel Warung Sate Kamu bertajuk "Tanpa Yesus, Aku Tidak Bisa Apa-Apa" bertarikh 10 Julai 2014)