Rabu, 12 November 2014

China Akan Jadi Negara Berpenduduk Kristian Terbesar Dunia


WENZHOU, SATUHARAPAN.COM – Setelah mengalami tekanan hebat bahkan dimusuhi di era Mao Ze Dong, Kekristianan di China terus berkembang dan kini semakin tak terbendung. Parti Komunis China (PKC) yang dari dulu ingin menguasainya, kini mulai dapat menerima kehadirannya. Bahkan parti dengan anggota Ateis terbesar dunia itu mempertimbangkan untuk memperbolehkan anggotanya memeluk agama lain di luar doktrin Marxisme.
Majalah The Economist terbaru dalam laporannya yang berjudul Cracks in the Atheist Edifice menunjukkan, jumlah orang Kristian di China bertumbuh dengan pesat, walaupun pejabat rasmi sering meremehkan dan mengecilkan angka rasminya. Ketika PKC berkuasa tahun 1949, jumlah pemeluk agama Kristen Protestan diperhitungkan hanya tiga juta jiwa, dan Katolik satu juta jiwa. Kini, berdasarkan data rasmi Kerajaan, penganut Kristian Protestan di China sudah mencapai  antara  23-40 juta jiwa, dan Katolik sembilan juta jiwa.

Statistik yang bebas mengungkap jumlah yang lebih besar. Pew Research Center dari Amerika Syarikat, pada tahun 2010 menganggarkan terdapat 58 juta penganut Protestan dan sembilan juta Katolik. 

Kini, sejumlah pakar dalam dan luar negeri China, memberikan pengiraan yang mengejutkan. Mereka menghitungkan kini jumlah orang Kristian di China sudah melampaui jumlah anggota PKC yang  sebesar 87 juta. Sebahagian besar mereka adalah penganut Protestan Injili.

Menurut Yang Fenggang dari Purdue University di Indiana, jumlah gereja di China tumbuh paling tidak 10 peratus per tahun sejak tahun 1980. Berdasarkan trend ini, ia memperkirakan jumlah  penduduk China yang memeluk agama Kristian akan mencapai 250 juta pada tahun 2030, membuat China menjadi negara berpenduduk Kristian terbesar di dunia. Fenomena sekarang ini dianggap melebihi perkembangan pesat Kekristianan di kekaisaran Roma di abad keempat.

Jerusalem Baru

Pertumbuhan yang mengesankan ini, menyebabkan ramai orang memperkirakan China akan menjadi ‘Jerusalem yang Baru’ di masa mendatang. Saat ini saja, kawasan kota pesisir Wenzhou sudah mendapat julukan demikian. Di kelilingi oleh pegunungan dan jauh dari ibukota Beijing, Wenzhou yang berpenduduk sembilan juta ini kini menjadi kota yang mempunyai sebanyak 57.000 bangunan gereja. Sekitar 230 diantaranya dikategorikan sebagai gereja tidak sah yang merupakan rumah merangkap tempat ibadah.

Setelah meninggalnya pemimpin besar China, Mao Ze Dong, pada tahun 1976, kerajaan mulai memperlonggar rintangan bagi kebebasan beragama, termasuk bagi orang Kristian. Setelah itu, Kekristianan terus berkembang, tak hanya di kalangan masyarakat awam tetapi juga memasuki organisasi PKC. Pada saat yang sama, gereja juga semakin membuka diri untuk tampil ke depan, tidak lagi bergerak secara bawah tanah seperti dulu.

Kerajaan China sendiri terkesan khuatir, bahkan enggan untuk mengendalikan pertumbuhan Kekristianan. Salah satu penyebabnya ialah kerana ia dianggap memberikan banyak manfaat dalam memajukan tingkat kesejahteraan warga.

Sebagai contoh, kini pengusaha-pengusaha China semakin banyak yang memeluk agama Kristian. Mereka membangun gereja-gereja besar di kota. Dalam mengembangkan Kekristianan, para pengusaha ini menyelenggarakan program-program pengajaran yang secara tidak langsung menguntungkan kerajaan, misalnya bagaimana mencari wang secara ‘alkitabiah.’ Mereka mengajarkan bagaimana bekerja jujur, membayar pajak kepada kerajaan dan membantu orang miskin.

Sejumlah pemerintah daerah di China malahan sudah memberikan bantuan kepada gereja, secara terang-terangan mahupun diam-diam. Mereka menganggap orang Kristian adalah warga baik. Komitmen mereka terhadap peningkatan kesejahteraan umat dianggap mendukung kestabilan. Di beberapa kota besar, pemerintah daerah ikut mendukung pembangunan gereja, seperti gedung gereja Chongyi di Hangzhou yang kapasitinya mencapai  5.000 tempat duduk.

Marxisme Merosot

Jika di tahun 1980-an Kekristianan terutama berkembang di desa-desa China,  kini pertumbuhan pesat juga terjadi di kota-kota. Ini terutama didorong oleh berkembangnya kalangan terdidik modern. Gerda Wielander dari University of Westminster, dalam buku karyanya “Christian Values in Communist China”, mengatakan Kekristianan tumbuh pesat di Tiongkok disebabkan merosotnya kepercayaan mereka kepada Marxisme. Kekristianan dianggap lebih memberikan sistem moral yang meyakinkan.

Sebahagian lagi menjadi pemeluk agama Kristen kerana agama ini dianggap berakar dari keunggulan Barat. Mereka memandang nilai-nilai Kekristiananlah  yang berada di belakang pembangunan keadilan sosial, masyarakat madani dan kepastian hukum, hal-hal yang mereka rindukan terwujud di negara mereka.

Ramai di antara organisasi bukan kerajaan (NGO) yang bergiat di Tiongkok dipimpin oleh mereka yang beragama Kristian dan Buddha. Jumlah doktor dan ahli akademik yang beragama Kristian juga bertumbuh pesat. Tidak kurang dari  2.000 sekolah Kristian tersebar di seluruh China, banyak di antaranya masih kecil dan tidak sah. Seorang aktivis sosial di China berkata dari 50 pengacara pembela hak asasi manusia terkemuka di China, separuhnya adalah orang Kristian.

(Dialihbahasakan dari artikel Satu Harapan bertajuk, "Tiongkok Akan Jadi Negara Berpenduduk Kristian Terbesar Dunia" penulisan Eben Ezer bertarikh 8 November 2014)