Oleh John Binsar Gideon Sitorus:
Saya kehilangan orang yang tidak saya kenal secara peribadi. Ya, saya tidak kenal dia secara peribadi walaupun judul tulisan ini seolah-olah saya kenal beliau. Saya hanya pernah bersentuhan dengannya di beberapa malam pengurapan yang bukan hanya saya saja yang diurapi tapi ribuan bahkan mungkin puluhan ribu orang yang mendapat kesempatan yang sama. Tetapi, saya harus menulis bagaimana Tuhan mengubah begitu banyak aspek hidup saya melalui pelayanannya. Namanya Petrus Agung Purnomo. Saya tidak begitu hafal gelaran yang tercantum di depan atau di belakang namanya, yang saya tahu hidupnya punya sumbangan besar untuk siapa diri saya sekarang. Entah saya harus bersedih kerana dia pulang atau bergembira kerana dia bersama Tuhan, yang pasti saya bersyukur Tuhan pakai hidupnya secara luar biasa terutama untuk saya secara peribadi.
Saya kehilangan orang yang tidak saya kenal secara peribadi. Ya, saya tidak kenal dia secara peribadi walaupun judul tulisan ini seolah-olah saya kenal beliau. Saya hanya pernah bersentuhan dengannya di beberapa malam pengurapan yang bukan hanya saya saja yang diurapi tapi ribuan bahkan mungkin puluhan ribu orang yang mendapat kesempatan yang sama. Tetapi, saya harus menulis bagaimana Tuhan mengubah begitu banyak aspek hidup saya melalui pelayanannya. Namanya Petrus Agung Purnomo. Saya tidak begitu hafal gelaran yang tercantum di depan atau di belakang namanya, yang saya tahu hidupnya punya sumbangan besar untuk siapa diri saya sekarang. Entah saya harus bersedih kerana dia pulang atau bergembira kerana dia bersama Tuhan, yang pasti saya bersyukur Tuhan pakai hidupnya secara luar biasa terutama untuk saya secara peribadi.
Saya ingat kali pertama, saya pergi ke Semarang untuk ikut
acara tahunannya. Saya masih ingat betul acara dimulai jam 9 pagi, saya
berangkat dari hotel jam 8.15 dengan pertimbangan bahwa tempat diadakannya
acara tidak terlalu jauh dari hotel. Saya berangkat dengan taksi, dan saya
bertanya kepada pemandu teksi: “Pak, tahu Holy Stadium?” Pemandunya menjawab, “Wah
Pak, Bapak ini sudah yang ke-4 dari pagi saya mulai bawa, dari jam 6 pagi saya
sudah mendapat penumpang ke sana.” Saya tertegun. Dalam hati saya berkata, “Gila
ni orang, pelayanannya berdampak sangat buat kotanya.” Kebelakangan ini saya sedar,
ke manapun saya pergi baik untuk melancong sambil makan atau melihat permandangan, saya
melihat orang-orang yang sama dengan orang-orang yang ada di kebaktian.
Di mana-mana hotel penuh, bahkan tema Natal Pemerintah Kota Semarang sama dengan tema Natal gerejanya. Luar biasa apa yang Tuhan kerjakan melalui hidupnya.
Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan
berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah
kesejahteraanmu. (Yeremia 29:7 TB)
Dia mengajarkan saya kerendahan hati. Saya ingat betul
di suatu seminar, setelah seorang pengkhutbah mengajar tentang jangan
menyayangkan nyawamu, dia naik ke pentas bukan untuk berkhutbah, dia naik
untuk menceritakan bahawa dia merasa bersalah di hadapan Tuhan ketika pengkhutbah
tersebut sedang menyampaikan Firman Tuhan bahwa dia menyayangkan nyawanya
ketika jantungnya sakit. Saat itu, dia mencari doktor terlebih dahulu bukan
bertanya kepada Tuhan. Dia meminta maaf kepada kita semua, dan minta didoakan
oleh anak-anak yang saya yakin pengalamannya jauh di bawah dia. Hari itu, saya
pulang ke rumah dan saya bertemu dengan orang tua saya dan menceritakan
dosa-dosa saya yang selama ini saya sembunyikan.
Dia mengajarkan saya ertinya menghormati. Saat semua orang
menghina, menuding, mencaci Ps. Kong Hee di tengah-tengah kejatuhannya (padahal
mereka adalah orang yang sama yang mengagumi Ps. Kong ketika Tuhan sedang
memakai hidupnya luar biasa), dia berkata “Ayuh kita doakan Ps. Kong, terus
dukung dia, jangan pernah bergembira di tengah kejatuhan orang lain, di mana
hebatnya ketika kita dapat tertawa di tengah penderitaan orang lain? Apakah Tuhan
bahagia kalau anak-Nya menertawakan, menghina, mencaci, bahkan mengutuk anak-Nya
yang lain ketika mereka sedang jatuh?”
Dia mengajarkan saya ertinya kesetiaan. Saya ingat betul
perkataannya yang berkata “Tidak ada sebuah pelayanan yang berdampak besar
yang lahir dari sebuah pemberontakan. Hargai proses Tuhan dalam hidupmu ketika
Tuhan sedang membentuk engkau terutama ketika pembentukan itu datang dari
pemimpinmu.” Daud sudah menjadi raja ketika raja Saul masih bertakhta, tetapi
Daud tidak pernah membangun jalannya sendiri menuju takhtanya. Dia sabar dalam
setiap didikan Tuhan melalui seorang yang begitu membencinya yang bernama Saul.
Dia mengajarkan saya erti panggilan. Di suatu pagi saya
sedang duduk, saya sedang merasa begitu lelah akan semua yang terjadi, dan saya
berfikir: “Aduh Tuhan, enak kali yah kalau hidup santai santai, deposit besar
tiap bulan dapat duit dari bunga bank, petang-petang minum kopi baca buku terus
pulang tidur.” Petangnya saya ikut seminarnya, dan dia sedang berkhutbah tentang
panggilan bangsa-bangsa, saya masih ingat betul tiba-tiba dia berkata “Kalau
hidupmu hanya ingin santai-santai, petang-petang minum kopi, engkau dalam masalah
besar, engkau tak akan pernah mengakhiri pertandingan imanmu dengan baik!”
Sebuah tamparan keras buat saya untuk sedar apa erti panggilan.
Dia mengajarkan saya erti menguasai diri. Saya ingat betul,
berulang-ulang kali dia berkata “Dalam situasi ketakutan seperti apapun,
belajar untuk diam dan tenang, dan kuasai dirimu, dan lihat Tuhan akan
mengerjakan bahagian-Nya dengan ajaib.” Perkataan ini terus saya pegang sampai
hari ini. Setiap kali saya gementar, saya selalu belajar untuk diam dan
menguasai diri saya sepenuhnya. Walaupun belum sempurna, saya bersyukur untuk
kebenaran yang memerdekakan ini.
Dia mengajarkan saya erti mezbah. Setiap orang suka dengan
pentas, di mana lampu sorot mengarah kepada kita, pujian, tepuk tangan, dan
sanjungan semua bermuara di hidup kita. Padahal, Tuhan mencari orang-orang yang
mahu membakar persembahan di atas mezbah di mana hanya ada engkau dan Tuhan
secara peribadi. Dalam hidup jangan bangun pentas, bangun mezbah, maka engkau
akan melihat Tuhan akan membawa engkau naik begitu rupa.
Dia mengajarkan saya erti bertanya kepada Roh Kudus. Dalam
situasi apapun selalu tanya Roh Kudus, Roh Kudus dikirim bukan untuk diacuhkan
melainkan untuk menolong kita. Seringkali situasi begitu rumit dan pelik,
belajar untuk bertanya kepada Roh yang maha lembut itu, dan lihat bahawa bersama
dengan Tuhan hujungnya selalu baik.
Dia mengajarkan erti keluar. Saya selalu ingat pengajarannya
yang berkata “Dewan gereja itu terlalu sempit, jangan bersaing dengan
orang-orang di gereja, keluar bersaing dengan orang-orang dunia.” Saya tidak
terlalu suka tampil hebat di gereja, saya suka ketika saya keluar gereja, orang dapat melihat bahwa penyertaan Tuhan itu ada di hidup saya.
Dia mengajarkan saya untuk memandang Tuhan di tengah
ketidaksempurnaan orang lain. Ketika kita melihat dari dekat orang yang dipakai
Tuhan secara luar biasa, dan ternyata kita melihat bahawa orang tersebut penuh
dengan kekurangan. Bersyukur bahawa ternyata anugerah Tuhan itu begitu besar,
bahkan untuk orang-orang yang penuh kekurangan, anugerah-Nya tetap ada dan bahkan
berlimpah.
Dia mengajarkan saya tentang cinta. Mudah untuk mencintai
seseorang, tetapi mencintai apa yang dicintai orang yang kita cintai adalah hal
yang berbeza. Mencintai Tuhan kerana berkatnya adalah satu hal, tetapi mencintai
apa yang Tuhan cintai perlu proses. Tuhan cinta kepada jiwa-jiwa yang
terhilang. Tidak perduli kaya, miskin, gila, normal, tua, muda, atau apapun
darah Tuhan menetes untuk mereka. Apakah kita mengerti perasaan Tuhan? Atau
kita hanya menuntut Tuhan mengerti yang kita rasakan?
Terlalu banyak yang harus saya tulis tentang pelayanan
bapak, bahkan tulisan pertama saya di blog saya pun tentang apa yang saya
pelajari dari pengajaran Bapak. Akan tetapi, bukan itu intinya. Intinya
adalah bagaimana hidup dalam sebuah kehidupan yang mempersembahkan segalanya
untuk kemuliaan Tuhan.
Sekarang saya mengerti, mengapa dua minggu terakhir ini,
Bapak terus-menerus menyampaikan mengenai perjanjian peribadi antara Bapak
dengan Tuhan selama puluhan tahun kepada kita semua. Ternyata itu sebuah
warisan untuk pemergian Bapak. Terima kasih sekali lagi untuk pelayanannya.
Pasti saat ini Bapak masih di pintu syurga kerana begitu banyak malaikat yang
membacakan surat cinta dari bumi.
Seandainya saya dapat memilih, maka saya akan memilih
menyanyikan lagu Slank yang berjudul “Terlalu Manis” untuk penguburan, tentu
dengan sedikit perubahan pada liriknya. Sekali lagi, Terima Kasih dan Selamat
Jalan Bapak Petrus Agung Purnomo.
Dengan Hati yang hancur tetapi tetap percaya bahwa Tuhan
tahu yang terbaik,
(Dialihbahasa daripada artikel, "Saya dan Petrus Agung" yang ditulis oleh John Binsar Gideon Sitorus bertarikh 15 Mac 2016)